Metode Terapi untuk Anak Penderita Autis

Metode Terapi untuk Anak Penderita Autis - Terapi untuk penderita autis menentukan apakah seorang anak menderita autis atau tidak, hal ini sangatlah sulit. Orang tua merupakan orang pertama yang mengetahui apabila terjadi masalah pada anak, misalnya anak belum juga berbicara pada seusianya, tidak terlalu tertarik terhadap orang lain, atau bertingkah laku yang tak biasanya. Biasanya sudah tampak sebelum berusia 3 tahun, yaitu; anak autis tidak adanya kontak mata dan tidak menunjukkan respon terhadap lingkungan.
Jika kemudian tidak diadakan upaya terapi oleh orang tua, maka setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti atau bahkan mundur, seperti tidak mengenal suara orang tuanya dan tidak mengenal namanya. Sedangkan menurut pakar, penderita autis memiliki 3 gejala yaitu: gangguan interaksi sosial, hambatan dalam komunikasi verbal dan non verbal, dan kegiatan yang aneh suka dilakukan.

Autisme adalah gangguan perkembangan fungsi otak atau suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau berkomunikasi dengan normal.

Salah satu masalah dalam penanganan penderita autisme adalah tidak adanya standar baku dalam hal terapi untuk autis. Hal ini karena penyebab autis sendiri tidak banyak diketahui, terlebih lagi tiap penderita biasanya menunjukan hal yang berbeda-beda baik secara fisik, emosional, tingkah laku dan sosialnya. Walaupun demikian dapat ditemukan berbagai jenis terapi untuk mengatasi masalah autis, yaitu:
  1. Terapi Fisik/fisioterapi. Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif (pervasive developmental disorders / PDD). Dimana mengacu pada keterlambatan perkembangan otak motorik seseorang. Banyak penderita autis yang memiliki penundaan perkembangan motorik dan beberapa penderita mempunyai massa otot yang rendah (lemah). Terapi fisik pada penderita autis  dapat melatihnya dengan kekuatan otot, koordinasi dan kemampuan dasar berolahraga.
  2. Terapi Bermain. Terapi bermain walaupun terdengar aneh, tetapi anak penderita autis memerlukan bantuan untuk bermain. Bermain juga dapat digunakan sebagai alat untuk melatih percakapan, kemampuan berkomunikasi dan sosial. Terapi bermain ini dapat digabungkan dengan terapi berbicara, terapi okupasi dan terapi fisik.
  3. Terapi Visual. Banyak penderita autis merupakan pemikir visual, sehingga metode pembelajaran berkomunikasi melalui gambar dapat dilakukan. Salah satu caranya adalah melalui PECS (Picture Exchange Communication). Selain itu pembelajaran melalui video juga dapat dilakukan baik dengan video modeling, video games ataupun sistem komunikasi elektronik lain. Metode ini dapat menampung kelebihan penderita autis di bidang visual untuk digunakan membangun keterampilan dan komunikasinya menjadi lebih baik.
  4. Terapi Wicara. Hampir semua penderita autisme mempunyai masalah bicara ataupun bahasa sehingga diharapkan dengan terapi bicara ataupun berbahasa dapat membantu penderita autis untuk berkomunikasi dengan orang lain.
  5. Terapi Okupasi. Terapi okupasi ini berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Karena kebanyakan penderita autis mengalami perkembangan motorik yang lambat, maka terapi okupasi sangatlah penting. Seorang terapis okupasi juga dapat memberikan latihan sensorik terintegrasi, yaitu suatu teknik yang dapat membantu penderita autis untuk mengatasi hipersensitifitas terhadap suara, cahaya maupun sentuhan.
  6. Terapi Biomedis. Terapi biomedis termasuk juga penggunaan obat-obatan untuk penanganan autis, walaupun kebanyakan perawatan biomedis yang dilakukan berdasarkan metode pendekatan DAN (Defeat Autism Now). Dokter yang telah menjalani pelatihan mengenai metode DAN ini akan menentukan diet khusus, suplemen ataupun perawatan alternatif lain untuk penanganan penderita autis.
  7. Terapi Tingkah Laku. Anak yang menderita autis seringkali terlihat frustasi. Mereka kesulitan untuk mengkomunikasikan kebutuhan mereka dan menderita akibat hipersensitifitas terhadap suara, cahaya ataupun sentuhan sehingga terkadang mereka berlaku kasar atau mengganggu. Seorang terapis tingkah laku dilatih untuk dapat mengetahui penyebab dibalik prilaku negatif tersebut dan merekomendasikan perubahan terhadap lingkungan ataupun keseharian anak untuk dapat memperbaiki tingkah lakunya.
  8. Terapi Kemampuan Sosial. Salah satu akibat dari autis adalah sedikitnya kemampuan sosial dan komunikasi. Banyak anak yang menderita autis memerlukan bantuan untuk menciptakan kemampuan supaya dapat mempertahankan percakapan, berhubungan dengan teman baru atau bahkan mengenal tempat bermainnya. Seorang terapis kemampuan sosial dapat membantu untuk menciptakan atau menfasilitasi terjadinya interaksi sosial.
  9. Terapi Perkembangan. Terapi perkembangan atau developmental therapies bertujuan untuk membangun minat, kekuatan dan perkembangan anak sendiri untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan, emosional dan sosialnya. Terapi perkembangan seringkali bertolak belakang dengan terapi tingkah laku, yang biasanya paling baik dilakukan untuk mengajarkan keterampilan khusus pada anak, seperti misalnya mengikat tali sepatu, cara menggunakan sendok dan garpu saat makan, cara memakai baju, atau menggosok gigi dll.













.