Di dalam rongga mulut terdapat berjuta mikroorganisme yang merupakan flora normal mulut. HIV yang menyerang sistem imun tubuh membuat para penderita rentan terhadap infeksi oportunistik karena bakteri, jamur dan virus menjadi patogen. Akibatnya, masalah gigi dan mulut seperti gusi berdarah, lesi herpes, dan infeksi jamur dan kandida seringkali ditemukan pada penderita HIV/AIDS, bahkan menjadi tanda awal infeksi HIV. Disinilah dokter gigi berperan dalam mendeteksi HIV/AIDS, boleh jadi sebelum si pasien menyadari bahwa ia terinfeksi, sebab 90% penderita HIV/AIDS mengalami setidaknya satu masalah gigi dan mulut. Di samping itu dokter gigi juga ditantang untuk tetap memberikan perawatan gigi dan mulut yang dibutuhkan pasien, sembari mencegah penularan penyakit ke pasien lain maupun ke dokter gigi itu sendiri.
Banyak orang yang khawatir bahwa HIV dapat ditransmisikan selama perawatan gigi, meski resiko penularan melalui saliva (liur) sangat kecil. Kekhawatiran ini tidak luput dirasakan oleh dokter gigi karena banyaknya tindakan perawatan gigi yang beresiko untuk penularan melalui darah. Namun sejatinya penyedia jasa kesehatan tak terkecuali dokter gigi tidak boleh menolak pasien dengan HIV yang membutuhkan perawatan.
Tindakan pencegahan yang sifatnya universal harus diterapkan untuk mencegah penyebaran penyakit tidak saja HIV/AIDS tapi juga penyakit infeksius lain. Dokter gigi dan perawat gigi harus mengenakan sarung tangan medis, masker, pelindung mata selama merawat pasien. Selain itu seluruh dental instrument yang digunakan disterilisasi setelah merawat setiap pasien, dan barang yang tidak dapat disterilisasi harus sekali pakai dan dibuang di kontainer khusus. Oleh karena itulah pemilahan sampah medis dan non medis sangat penting dilakukan, dan sampah medis harus ditangani dengan benar sesuai peraturan yang mengatur limbah B3.
Kenali Manifestasi HIV/AIDS di rongga mulut
Infeksi jamur kandida (candidiasis) adalah salah satu tanda yang paling awal dan paling umum ditemukan pada penderita HIV/AIDS, pada suatu penelitian 88% penderita HIV/AIDS mengalami kandidiasis oral. Secara klinis tampak sebagai bercak putih atau kombinasi bercak putih dan kemerahan yang dapat terjadi di bagian manapun di rongga mulut. Terkadang bercak ini mudah berdarah dan terdapat daerah kemerahan di bawah bercak putih, disertai rasa sakit dan rasa seperti terbakar.
Penderita HIV/AIDS umumnya mengalami kondisi mulut kering (dry mouth/xerostomia) karena obat-obatan yang dikonsumsi maupun karena penyakitnya itu sendiri. Dikombinasi dengan penurunan sistem imun, mulut yang kering membuat penderita lebih mudah untuk mengalami karies dan penyakit periodontal. Penyakit periodontal sebetulnya dapat terjadi pada siapa saja,namun khusus pada pasien dengan gangguan sistem imun seperti HIV/AIDS, memiliki tampilan yang khas. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri, pada gusi kondisi ini dahulu disebut HIV-gingivitis dan kini disebut linear gingival erythema (LGE), terlihat sebagai lesi merah seperti pita di daerah gusi. LGE dapat terasa sakit dan mudah berdarah, dan dapat berkembang menjadi penyakit periodontal yang khas yaitu necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) yang dahulu disebut HIV-periodontitis, di mana tulang dan jaringan lunak mengalami kerusakan yang sangat cepat dan progresif. Umumnya berujung dengan kehilangan gigi, dan seringkali disertai rasa sakit yang berat dan mudah berdarah.
Kondisi imun yang melemah juga membuka kesempatan yang lebih lebar bagi infeksi virus, yang paling umum adalah virus herpes dan human Papillomavirus (HPV)biasanya menyerang bibir dan sisi lidah. Selain itu juga dapat terjadi lesi oral yang mengarah kepada keganasan, yang paling sering adalah Kaposi’s sarcoma meski kejadiannya semakin menurun setelah adanya terapi antiretroviral!